TEROPONGNTT, JAKARTA — Program Kemitraan Australia-Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (MAMPU) menyelenggarakan webinar yang bertajuk “Berbagi Hasil Kajian Aksi Kolektif Perempuan dan UU Desa”. Kegiatan yang diadakan secara virtual ini adalah diseminasi sebuah kajian yang bertujuan untuk memahami konteks, kedalaman dan mekanisme aksi kolektif lokal oleh perempuan dapat mempengaruhi implementasi UU Desa.
Kajian Aksi Kolektif Perempuan dan UU Desa menghasilkan 12 temuan kunci. Webinar yang digelar, Rabu (30/9/2020) ini, menghadirkan tim peneliti dari the University of Melbourne dan Universitas Gajah Mada, pemerintah pusat, pemerintah daerah, CSO, mitra pembangunan, dan pemangku kepentingan terkait.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas, Subandi Sardjoko, dan Minister Counsellor, Governance and Human Development, Australian Department of Foreign Affairs and Trade, Kirsten Bishop, hadir untuk membuka webinar tersebut.
“Saya berharap hasil kajian ini dapat digunakan beragam pihak sebagai masukan untuk mendorong sinergi multipihak agar tujuan kesetaraan dan pemberdayaan perempuan dapat dicapai dan memberikan manfaat bagi perempuan di seluruh pelosok desa di Indonesia,” kata Subandi dalam sambutannya.
Kajian ini dilakukan di sembilan provinsi, 12 kabupaten, dan 14 desa — di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, dan NTB selama tahun 2019. Ada tiga temuan utama penelitian ini. Pertama, setiap lokasi penelitian memiliki keragaman sosial ekonomi (konteks mata pencaharian), geografi, infrastruktur, sumber daya alam, dan demografi.
Kedua, keragaman memengaruhi tipe aktivitas dan gerakan kolektif kelompok perempuan dalam mendorong kebijakan, program, dan perencanaan serta pemberian layanan di desa yang pro pada perempuan. Ketiga, perbedaan konteks ini juga menyebabkan adanya perbedaan dalam kepentingan dan dinamika politik-ekonomi, peraturan dan kebijakan, aktor negara dan non-negara yang berpengaruh, afiliasi agama, norma sosial dan adat yang berlaku, serta jenis jaringan sosial yang dominan, misalnya kebijakan desa terkait perlindungan pada pekerja migran, pada kegiatan sekolah perempuan, perlindungan dari kekerasan domestik, peningkatan kehidupan ekonomi keluarga dll.
“Berbagai variasi kondisi tersebut justru merupakan peluang dan tantangan untuk menciptakan keragaman kebijakan bagi perempuan dalam wewenang, kekuasaan dan pengambilan keputusan di tingkat daerah di seluruh Indonesia. Ia juga dapat menjadi tantangan yakni sebagai penghalang bagi inklusi gender, karena telah mempersempit ruang bagi perempuan baik secara individu dan kolektif dalam memengaruhi kebijakan. Penelitian ini membuktikan keterlibatan perempuan dalam implementasi undang-undang desa berhasil memperkenalkan berbagai inisiatif dan layanan yang menjangkau banyak orang di komunitas, termasuk yang paling rentan. Hal ini juga relevan dengan kondisi saat ini, karena beberapa bantuan COVID-19 Indonesia disediakan oleh Dana Desa. Perempuan berada di garis depan dalam menanggapi dan dan berinovasi dalam bidang ini, tetapi mereka juga menanggung beban dan risiko yang signifikan di bawah pandemi,” kata Rachael Diprose, dari the University of Melbourne sebagai ketua tim peneliti.
“Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kegiatan penguatan kelompok perempuan di tingkat desa, makin mendorong pembangunan desa lebih dapat membawa manfaat yang lebih luas, tidak hanya pada para perempuan, tapi juga bagi keluarga mereka. Perempuan merupakan agen pembangunan yang tangguh dan lenting (resilient) demi memastikan pembangunan desa membawa manfaat bagi warga kebanyakan“, tambah Amalinda Savirani, peneliti senior dari Universitas Gadjah Mada.
Kajian ini sebagian besar menggunakan penelitian kualitatif metode campuran (didukung oleh analisis kuantitatif), termasuk wawancara dan diskusi kelompok terarah tentang riwayat hidup secara mendalam (seringkali dilakukan secara berulang), yang melibatkan lebih dari 600 orang, serta data yang dikumpulkan melalui observasi dan percakapan informal dengan lebih banyak perempuan dan anggota masyarakat saat tim peneliti tinggal di lokasi penelitian dan terus berhubungan dengan informan penelitian selama tahun 2019.
Diharapkan temuan dari Kajian Aksi Kolektif Perempuan dan UU Desa ini dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak untuk memaksimalkan implementasi UU Desa sehingga mendorong kemanfaaatan pembangunan yang lebih luas, dan secara khusus mengurangi ketertinggalan perempuan dalam pembangunan, baik sebagai agen maupun sebagai penerima manfaat.
(*)
Comment