TEROPONGNTT, ENDE – Namanya Blasius Ausgarius Rinda. Ia adalah calon anggota legislatif (caleg) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ende untuk partai nomor 4 yakni Partai Demokrat. Djolan Rina menjadi caleg dari daerah pemilihan (Dapil) II, yang meliputi Kecamatan Ende, Kecamatan Nangapanda, Kecamatan Maukaro dan Kecamatan Pulau Ende.
Bagaimana perjalanan hidup Djolan Rinda hingga sampai di tahap ini?. Apa yang bakal ia perjuangkan untuk kepentingan masyarakat jika terpilih menjadi anggota dewan?. Marilah mengenal Basius Ausgarius Rinda secara lebih dekat.
Basius Ausgarius Rinda, lahir di sebuah perkampungan kecil bernama Sogoroga, di Desa Wawonato -Nangaba, Kecamatan Ende, Kabupaten Ende. Tokoh muda berwajah tampan ini mengawali pendidikannya di Sekolah Dasar (SD) Panamata, lalu melanjutkan pendidkan ke SMPK Maria Goreti (Margot) Ende.
Tamat dari pendidikan SMPK Margot Ende, Djolan Rinda melanjutkan sekolah ke SMA Muhammadiyah Ende, lalu kuliah di kampus Universitas Flores (UF) Ende.
Djolan Rinda sudah mulai menunjukan insting keberpihakan sejak masih di usia kanak-kanak. Kemampuan itu ditandai dengan sikapnya yang selalu siap sedia membantu sesama baik itu keluarga maupun orang-orang yang tak dikenalnya ketika membutuhkan bantuan. Jejak konstruktifnya ini terus ia tanam hingga berstatus sebagai mahasiswa.
Di kampus, ia tidak hanya memikirkan untuk mengejar indeks prestasi komulatif (IPK) semata, namun lebih dari itu, ia memilih untuk belajar pada hal-hal lain yang dianggapnya mampu menambah wawasan untuk kehidupannya kelak. Ia selalu mencoba pada hal-hal baru dan ini ditandai dengan keatifannya pada organisasi intra kampus.
Melihat kemampuannya dalam memanajemen sebuah organisasi, ia kemudian dipercakan oleh rekan-rekan mahasiswa untuk menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP UF pada periode 2010/2011. Tidak berhenti disitu, pengelaman organisasi intra kampusnya semakin meningkat dengan terpilihya sebagai Komisis Pemilu Raya Kampus (KPRK) pada Tahun 2011.
Di tahun yang sama, setelah selesai sebagai ketua HMPS, Djolan Rinda kemudian ditunjuk sebagai Ketua Bidang Gerakan Kemasyarakatan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Flores (BEM-UF) Periode 2011/2012. Penunjukan itu bukan tanpa alasan, tapi karena ia dinilai sangat mampu dalam mengerakan massa untuk melakukan aksi menentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap keliru dan memojokan kepentingan masyarakat kecil.
Selain itu, kemampuan orasi dalam setiap aksi dan gaya komunikasi yang sangat efektif, sehingga pesan yang disampaikan Djolan Rinda dalam orasinya, selalu dipertimbaangkan oleh pemerintah. Masalah yang disuarakannya di jalanan saat itu, berkaitan dengan pemadman listrik yang berkepanjangan, naiknya harga kebutuhan pokok, naiknya harga BBM, sampai pada persoalan akut dalam penerbitan izin usaha pertambangan (IUP).
Disela-sela kesibukannya di kampus, Djolan Rinda juga mencoba untuk membagi waktu dengan mengikuti salah satu organisasi ekstra kampus yakni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Santo Yohanes Don Bosco Ende. Awal berproses di PMKRI pada tahun 2010, ia kemudian dinilai oleh atasan (seniornya) sebagai seorang pribadi yang prinsipil, berkarakter, pemberani dan tidak takut kepada siapapun.
Tahun pertama ber-PMKRI, anak ketiga dari pasangan ayah, Stefanus Ndate dan mama Magdalena Menge ini selalu tekun dalam berproses. Rajin mengikuti diskusi, setia mendengar apa yang menjadi pembicaraan seniornya, serta setia untuk mematuhi kultur (kebiasaan) yang berlaku di wadah tersebut. Proses demi proses dilalui, hingga pada akhirnya ia diakomodir di jajaran badan pengurus sebagai Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Cabang Ende periode 2011/2012.
Pada masa kepengurusannya sebagai presidium gerakan kemasyarakatan, Djolan Rinda berhasil mengadvokasi belasan persoalan akut yang terjadi di Kabupaten Ende. Hal ini sejalan dengan orientasi organisasi yang poros keberpihakan bermuara pada pembelaan hak masyarakat kecil.
Hal yang patut diapresiasi dari gerakan PMKRI pada masanya sebagai Germas adalah berhentinya aktivitas pertambangan pasir besi di Nangaba, Kecamatan Ende. Waktu itu, cucuran karingat dan kerja keras bersama rekan-rekan anggota yang lain memberikan andil besar bagi masyarakat Kec. Ende dengan memberhentikan aktivitas pertambangan di Nangaba Kec. Ende yang berpotensi memberikan dampak buruk bagi permukiman sekitar areal pertambangan.
Jejak perjuangannya tidak berhenti dalam taraf organisasi, atas nama pribadinya dan melalui inisiatif dan keberaniannya dia kemudian merasa prihatin dengan kondisi jalan poros tengah jurusan Nangaba-Maukaro yang sangat tidak layak kendaraan beroperasi. Instingnya terus berkembang, sehingga pada tahun 2102 ia mengomentari kondisi jalan yang sangat memprihatinkan tersebut di surat kabar harian umum Flores Pos Sebanyak 21 edisi dan juga berulang kali ia komentar di RRI Ende.
Masalah lain yang ia tangani saat itu berkaitan dengan penyitaan moke oleh pihak keamanan di Pasar Nangaba, Kecamatan Ende. Dirinya berjiwa besar dengan mengantongi prinsip untuk terus berjuang melawan ketidakadilan. Djolan Rinda kemudia tampil sebagai solusi dalam pertentangan antara pihak keamanan dan masyarakat pedangan moke.
Berkaitan dengan persoalan itu, ia kemudian membeberkan argumentasi yang sangat solutif, bahwa penyitaan atau pelarangan penjualan koke di pasar nangaba itu tidak berbeda jauh dengan mengintervensi hak dan kebebasan bagi anak -anak penyuling moke untuk mengenyam pendidkan. Karena menurut survei, pendapat serta keluhan para pembuat moke bahwa sebagian besar anak-anak mereka dibiayai dari uang hasil penjualan moke.
Tekun berproses di organisasi tidak membuatnya untuk melupakan perkuliahan. Ia selesai tepat waktu yakni delapan semester.
Setelah selesai masa studinya, ia kemudian memilih untuk berprofesi sebagai jurnalis di salah satu televise nasional yakni (TVRI) Regio NTT. Bekerja sebagai wartawan tidak mengurungkan niatnya untuk membela masyarakat kecil. Masalah teknis seperti putusnya jalur jalan dan jembatan, serta longsor yang menghentikan arus lalu lintas jalan jurusan nangaba-maukaro selalu ia beritakan. Hal ini dilakukan untuk memberikan informasi terkini kepada pemerintah untuk segerah menanggapi persoalan trrsebut.
Kini ia sudah terjun dalam politik praktis. Ia merupakan pertisipan dalam pemilu kali ini, dengan mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ende, Dapil II (Kec. Ende, Nengapanda, Maukaro, dan Pulau Ende) dari no 14 (Partai Demokrat) nomor urut 1.
Baginya apapun kosekwensinya, tentu sudah menjadi tanggungannya. Saat ini ia sedang berjuang untuk memberikan pemahaman dan memberikan pendidikan politik kepada masyarakt untuk berjalan pada rel perpolitikan yang benar.
Komitmen dan prinsipnya tetap bermuara pada konsep besar bahwa menjadi wakil rakyat itu ada nomenklatur tentang tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dari DPRD iti sendiri. Diluar daripada itu adalah kebohongan terhadap masyarakat.
Dalam setiap kesempatan saat bertemu masyarakat baik itu dalam acara resmi ataupun tidak resmi, Djolan Rinda selalu menjelaskan tupoksi DPRD yang sebenarnya. DPRD mempunyai tugas dan wewenang : Pertama, Membentuk Peraturan Daerah (Perda) bersama-sama Bupati.
Kedua, Membahas dan memberikan persetujuan rancangan Peraturan Daerah mengenai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang diajukan oleh Bupati. Ketiga, Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan APBD.
Oleh karena itu, dalam kontestasi pemilu 2019 ini, coba kita refleksikan dan telusuri rekam jejak masing-masing caleg yang bertarunng sebagai kontestan. Suara kita menentukan 5 tahun perjalanan dan masa depan daera ende ini lima tahun kedepan. Jangan salah gunakan hak suara anda.
Kiranya deskripsi singkat dari rekam jejak saudara Blasius Ausgarius Rinda, atau yang biasa disapa Djolan Rinda ini, menjadi referensi bagi kita untuk menjatuhkan pilihan pada pemilihan anggota legislative (pileg), 17 April 2019 mendatang.
(Penulis : Firmus Rigo)
Comment