Penulis : Petronela Abumoy Amfotis (Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Unika Santu Paulus Ruteng NTT)..

TEROPONGNTT, RUTENG — Di sebuah kampung bernama Golo Bilas, jalan Langke Rembong hiduplah sepasang suami istri. Mereka dikarunia tiga orang anak, anak pertama sedang duduk dibangku SMP, anak kedua sedang duduk dibangku SD dan yang ketiga berumur tiga tahun. Pekerjaan dari mereka berdua ialah sebagai petani. Bekerja sebagai seorang petani tidaklah mudah. Namun demi menghidupi kebutuhan keluarga, dan membiayai  sekolah dari anak-anak mereka, Bapak Kasmir dan Ibu Sentiana tidak pernah mengeluh dengan pekerjaan mereka itu, tetapi mereka selalu bersyukur.

Setiap hari mereka menanam sayur-sayuran seperti sawi, buncis, kacang panjang dan tomat. Mereka selalu bekerja keras untuk menafkai keluarga mereka tanpa peduli dengan kesehatan mereka. Meskipun panasnya matahari membakar tubuh mereka, keringat mengalir tanpa henti, tangan-tangan terasa kasar bahkan terkupas, dan tumit yang terpecah-pecah oleh tanah hitam yang kasar. Mereka bekerja tak pernah mengenal waktu, pagi, siang sampai sore. Gubuk kecillah yang menjadi tempat peristirahatan mereka, ketika tubuh terasa lelah, lapar dan kehausan.  Sambil melepas lelah di gubuk sederhana ini mereka menikmati suasana alam dan pemandangan yang begitu indah. Setelah beristirahat sejenak, mereka pun kembali bekerja.

Lahan yang mereka gunakan bukanlah tanah rata tetapi tanah miring. Walaupun tanahnya miring mereka pun berusaha mengolah sedemikian rupa supaya bisa menanam sayur-sayuran. Kemiringan tanah bukanlah menjadi masalah bagi mereka namun yang terpenting bagi mereka ada tanah untuk bisa menanam. Tanah yang mereka kerjakan bukanlah milik pribadi tetapi mereka memakai tanah oramg dengan sistem kontrak, untuk 15 tahun Rp. 15.000.000. Semua pupuk kompos dan tenaga kerja dihitung untuk mengetahui jumlah pengeluaran yang dikeluarkan. Keluarga ini tidak mengeluh jika ada sayuran yang sudah mulai membusuk karena sayur-sayuran yang rusak dijadikan makanan babi yang mereka pelihara dan dijadikan juga sebagai pupuk untuk menyuburkan tanah. Mereka tidak menggunakan pupuk kimia tetapi menggunakan pupuk kompos. Pupuk kompos berasal kotoran babi, sapi, kerbau dan daun-daun yang dipotong kecil-kecil.

Sebelum mereka menanam, mereka menyediakan pupuk kompos yang banyak dan membeli bibit sayur yang mau ditanam. Setelah pupuk kompos dan bibit disediakan mereka menanam dilahan yang sudah disiapkan. Walaupun mereka sudah tanam, mereka tidak lepas begitu saja, setiap pagi dan sore mereka menyiram dan selalu mengontrol proses pertumbuhan tanaman.

Ketika tanaman sudah bisa dipanen mereka mempromosikan tanaman tersebut kepada para penjual di pasar Ruteng. Semua hasil tanaman bukan hanya dijual kepada para penjual di pasar, tetapi mereka sendiri juga memasarkannya di pasar Ruteng.

Penyediaan sumber air juga cukup memadai sehingga tidak menghambat pertumbuhan tanaman tersebut. Orang yang melihat sayuran mereka ini pasti merasa tidak percaya karena hasilnya sangat memuaskan. Meskipun tubuh terasa lelah, mereka masih memberi waktu untuk berdoa, karena mereka percaya semua usaha pasti ada hasilnya jika kita selalu meminta campur tangan Tuhan. Hasil jualannya sangat memuaskan. Untuk satu hari paling kurang 5.000.00,00. Dari hasil yang memuaskan ini dapat dapat memenuhi kebutuhan keluarga setiap hari, bisa membiayai persekolahan dari anak-anaknya serta dapat menyelesaikan perkuliahan dari adik-adiknya yang kini menjadi seorang sarjana pendidikan.

Suatu ketika anaknya yang bungsu jatuh sakit, Bapak Kasmir dan Ibu Sentiana merasa sedih dengan kondisi anaknya. Biaya yang dikeluarkan sangat banyak untuk membayar rumah sakit dan obat-obatan. Namun, mereka tidak mengeluh sebab ini mungkin ujian dari Tuhan. Setelah anaknya sembuh, mereka kembali mengfokuskan diri untuk bekerja. Sehingga mereka dapat menutupi kembali tabungan uang mereka yang telah dipakainya. Inilah kisah kehidupan mereka, yang walaupun mereka bekerja sebagai seorang petani, mereka selalu semangat, tanpa mengeluh dengan kondisi tubuh mereka ketika sakit atau sehat.

Perjuangan dari keluarga ini tidaklah sia-sia. Berdoa sungguh-sungguh, bekerja sungguh-sungguh dan rela berkorban merupakan kunci utama dari keluarga ini untuk menghasilkan tanaman yang memuaskan dan pada akhirnya dapat membahagiakan dan menyejahterakan keluarga.

(*)