# Oleh Selfiana Triyanty M. Ndapa Lawa (Dosen di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Citra Bangsa (PBI UCB))
TEROPONGNTT, KUPANG –Pada 17 Agustus 2024 yang lalu, Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan yang ke-79. Sebagai sebuah negara yang telah melewati hampir delapan dekade perjalanan sejarah, perayaan ini adalah waktu yang tepat untuk merefleksikan berbagai aspek kemerdekaan. Salah satunya adalah kedaulatan bahasa Indonesia. Bahasa, sebagai salah satu unsur terpenting dari identitas nasional, memainkan peran kunci dalam menjaga dan memajukan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.
Bahasa Indonesia, sebagai bahasa resmi negara dan bangsa Indonesia, merupakan hasil dari upaya panjang untuk menyatukan keberagaman bahasa dan budaya di Nusantara. Sejak awal kemerdekaan, bahasa ini tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai simbol persatuan dan identitas nasional. Hal ini selaras dengan pernyataan Dewi, dkk (2023) bahwa bahasa sesungguhnya merupakan fondasi identitas nasional suatu negara, dan yang mencerminkan kekayaan warisan budaya dan sejarahnya.
Ini berarti bahwa bahasa Indonesia menjadi penciri keindonesiaan setiap warga negara Indonesia. Bahasa Indonesia mencerminkan jati diri orang-orang Indonesia yang menuturkan bahasa Indonesia lantaran bahasa sesungguhnya menunjukkan bangsa. Bahasa Indonesia pun menyimpan selaksa kisah, termasuk di dalamnya kisah heroik bagaimana rakyat Indonesia memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaannya.
Sampai di sini, dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia sesungguhnya berfungsi sebagai sarana perjuangan dan alat untuk memperkuat kedaulatan negara dan untuk menghadapi tantangan-tantangan yang bisa saja mengguncang kedaulatan bahasa Indonesia. Tantangannya saat ini adalah bahasa Indonesia lagi ada di era globalisasi. Pesatnya perkembangan globalisasi pada masyarakat dapat mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia, bahkan dapat menggerus kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa dan negara.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yusuf (2023) pada masyarakat Songgom, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Barat, bertajuk “Pengaruh Globalisasi Terhadap Penggunaan”, disebutkan bahwa perkembangan globalisasi mempermudah para remaja menemukan jati diri, akan tetapi banyak dari para remaja tidak memanfaatkan perkembangan globalisasi secara bijak.
Hal ini terlihat padap erilaku keagamaan remaja yang semula terkontrol dan terkondisikan secara baik mulai memperlihatkan perubahan secara cepat. Seturut ini, globalisasi dapat memberikan pengaruh terhadap kepribadian seseorang. Perkembangangan globalisasi ini dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat. Dampak positif dari globalisasi adalah terjadinya perubahan tata nilai dan sikap, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, tingkat kehidupan yang lebih baik.
Selain itu, hasil penelitian Yusuf juga menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia secara lisan yang baik dan benar bagi kalangan mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sorong dapat meningkatkan kompetensi pendidik dan mahasiswa terutama dalam penggunaan aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan.
Dampak negatif dari globalisasi adalah pola hidup konsumtif, sikap individualistik, gaya hidup kebarat-baratan serta kesenjangan sosial Globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan, seperti hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara, terjadinya erosi nilai-nilai budaya, menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme, hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong, kehilangan kepercayaan diri, serta gaya hidup yang tidak sesuai dengan adat budaya.
Penelitian Yusuf tersebut menegaskan bahasa Indoensia di era globalisasi dan digitalisasi saat ini menghadapi berbagai tantangan yang cukup serius. Salah satunya adalah pengaruh bahasa asing, terutama bahasa Inggris, yang semakin mendominasi berbagai aspek kehidupan, mulai dari teknologi, bisnis, hingga media sosial. Fenomena ini dapat mengancam kedaulatan bahasa Indonesia jika tidak diimbangi dengan upaya yang efektif untuk mempromosikan dan melestarikan bahasa nasional.
Bahasa Inggris, sebagai bahasa global, tentu memiliki nilai penting dalam dunia profesional dan akademis. Namun, pengaruh yang berlebihan dapat menyebabkan marginalisasi bahasa Indonesia dan mengancam keberlanjutan penggunaan bahasa tersebut di kalangan generasi muda.
Selain itu, perubahan bahasa yang cepat akibat perkembangan teknologi juga menimbulkan tantangan. Istilah-istilah baru yang muncul dalam bahasa Inggris sering kali diterjemahkan secara langsung atau diadopsi tanpa adaptasi yang memadai dalam bahasa Indonesia, seperti prewedding, talkshow, workshop, dll. Kata-kata tersebut sesungguhnya masih bisa dipadankan ke dalam bahasa Indonesia, yaitu prewedding bisa diterjemahkan sebagai pranikah, talkshow sebagai gelar wicara, workshop sebagai lokakarya. Hal ini bisa mengakibatkan kekurangan kosakata asli yang dapat mencerminkan kemajuan teknologi dan budaya, serta berpotensi mengurangi kekayaan bahasa Indonesia.
Karenanya, untuk menghadapi tantangan-tantangan ini, beberapa langkah strategis dapat diambil untuk memperkuat kedaulatan bahasa Indonesia. Pertama, pendidikan bahasa Indonesia perlu ditingkatkan dalam kurikulum sekolah dan perguruan tinggi. Pengajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar akan memastikan bahwa generasi muda tidak hanya fasih dalam bahasa ini tetapi juga menghargai nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya.
Kedua, pemerintah dan lembaga terkait perlu mempromosikan penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai konteks, termasuk media sosial, bisnis, dan teknologi. Kampanye nasional yang mengedukasi masyarakat tentang pentingnya penggunaan bahasa Indonesia dan memberikan dorongan bagi perusahaan dan individu untuk menggunakan bahasa ini dalam komunikasi sehari-hari dapat membantu menjaga relevansi bahasa Indonesia.
Ketiga, perlunya pengembangan dan pembaharuan kosakata bahasa Indonesia agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Upaya ini dapat melibatkan kerjasama antara akademisi, penulis, dan pembuat kebijakan untuk menciptakan istilah-istilah baru yang mencerminkan kemajuan teknologi dan budaya, sekaligus mempertahankan keaslian bahasa Indonesia.
Jadi Hari Kemerdekaan Indonesia ke-79 adalah momen yang tepat untuk merefleksikan peran bahasa Indonesia dalam menjaga dan memperkuat kedaulatan negara. Bahasa Indonesia telah terbukti menjadi alat penting dalam menyatukan bangsa, membangun identitas nasional, dan mempromosikan nilai-nilai kemerdekaan. Namun, tantangan dari globalisasi dan perkembangan teknologi memerlukan perhatian dan tindakan proaktif untuk memastikan bahwa bahasa Indonesia tetap relevan dan kuat.
Dengan upaya yang konsisten dalam pendidikan, promosi, dan pengembangan bahasa, kita dapat memastikan bahwa bahasa Indonesia tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang sebagai simbol kedaulatan dan kebanggaan nasional. Dalam merayakan kemerdekaan, marilah kita juga merayakan dan menjaga kedaulatan bahasa kita sebagai bagian integral dari identitas dan keberadaan bangsa Indonesia.
(*)
Comment