TEROPONGNTT, KUPANG – Kepala Perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTT, Winter Marbun mengatakan, menyangkut pinalti bagi nasabah yang melunasi angsuran sebelum jatuh tempo kredit, memang tidak ada aturannya. Namun, pemberian pinalti sudah umum diterapkan dan sudah lumrah di kalangan perbankan.
Kepala Perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTT, Winter Marbun mengatakan hal itu ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa (19/9/2017) siang. Winter Marbun mengatakan hal ini ketika dikonfirmasi wartawan, terkait kasus nasabah atas nama, Filomena de Fatima Pinhxiro, yang diberi pinalti oleh Bank Bukopin Cabang Kupang karena melunasi kredit sebelum jatuh tempo.
“Kalau pinalti itu memang tidak ada aturannya. Harus ke bank. Itu aturan bank. Dan, harus disebutkan di perjanjiannya. Itu harus. Kita kan sudah keluarkan peraturan OJK tahun 2013. Harus jelas ditaruh di kesepakatan kerjasama. Ada tidak di situ..?,” kata Winter Marbun.
Menurut Winter Marbun, jika menyangkut pinalti tidak dicantumkan dalam kesepakatan atau perjanjian kredit, mestinya nasabah protes. Karena seharusnya sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani antara pihak bank dan pihak nasabah.
“Tidak boleh tidak jelas. Harus jelas angka pinaltinya. Supaya jangan suka-suka. Makanya, diatur dalam peraturan OJK tersebut. Jangan juga, kalau disebutkan bahwa besarnya pinalsi akan ditentukan kemudian. Itu juga salah. Harus jelas berapa pinaltinya kalau nasabah melunasi sebelum jatuh tempo, dan ditulis dalam perjanjian atau kesepakatan kredit,” kata Winter Marbun.
Dikatakan Winter Marbun, masalah kredit memang begitu. Kejadian yang dialami nasabah Bank Bukopin Cabang Kupang, Filomena de Fatima Pinhxiro sebenarnya lumrah terjadi di NTT. Banyak sekali kejadian seperti yang dialami, Filomena de Fatima Pinhxiro ini.
“Kita akan membuka perlindungan konsumen. Tapi bukan berarti pasti konsumennya kami bela. Tergantung kasusnya. Kalau dia (konsumn) benar, kita akan bantu. Tidak benar, dia yang harus ini. Artinya, saya tidak tahu benar atau tidak. Tapi kalau melihat kasusnya, dan kasus-kasus yang lain, kan kita tahu, untuk kredit itu perhitungan bunga ada dua, flat dan menurun atau efektif,” kata Winter Marbun.
Kalau dilihat kisahnya nasabah Bank Bukopin Cabang Kupang, Filomena de Fatima Pinhxiro, kata Winter Marbun, pasti menggunakan perhitungan bunga efektif. Perhitungan bunga efektif ini, sebenarnya paling fer kalau dibanding perhitungan bunga flat.
Karena seberapa banyak yang kita utang, kata Winter Marbun, bunga kreditnya juga disesuaikan dengan besarnya uatang. Jadi, kalau utangnya besar, bunganya juga besar. Kalau utangnya seratus, bunga pinjaannya sepuluh persen, maka besar bunganya seratus dikali sepuluh persen. Makin kecil pokok utangnya, makin kecil bunga pinjaannya.
“Cuma masalahnya, karena diawalnya, pokoknya besar maka angsuran lebih banyak untuk membayar bunga. Kalau mau murni hitung begitu, nasabahnya jadi bingung. Rp 100 juta x 10 persen dapat Rp 10 juta. Angsuran bulan kedua, tinggal Rp 99 juta kali 10 persen, dan seterusnya. Jadi, besaran yang diangsur itu berubah-ubah. Supaya nasabah jangan bingung dibuat sama semua setiap bulan. Bulan pertama, kedua dan seterusnya, angsurannya sama, meskipun menggunakan perhitungan bunga efektif.” kata Winter Marbun.
Kalau menggunakan perhitungan bunga flat, kata Winter Marbun, itu yang gampang. Cuma jadinya terlalu banyak bunganya yang harus dibayarkan nasabah.
Dalam kasus yang dialami nasabah Bank Bukopin Cabang Kupang, Filomena de Fatima Pinhxiro ini, kata Winter Marbun, belum tentu pihak bank salah. Yang terpenting, bagaimana isi perjannjian kreditnya.
“Kalau bank tidak cantumkan mengenai pinalti, pihak bank bisa kena sanksi. Bisa diberi teguran, sebagai sanksi yang paling ringan, bisa juga sanksi sedang dan berat. Tergantung seberapa besar kesalahan. Kita tidak ingin juga bank tutup. Karena itu, masalahnya harus jelas, siapa yang salah. Kita kan bukan penegak hukum,’ kata Winter Marbun.
Karena banyaknya pengeluan serupa seperti yang dialami nasabah Bank Bukopin Cabang Kupang, Filomena de Fatima Pinhxiro ini, maka kata Winter Marbun, Perwakilan OJK NTT membuka pengaduan dan perlindungan konsumen.
Untuk diketahui, pada Juli 2015, Filomena de Fatima Pinhxiro, meminjam uang sebesar Rp 130 juta dari Bank Bukopin Cabang Kupang. Dengan perjanjian, setiap bulan Filomena de Fatima Pinhxiro harus membayar angsuran sebesar Rp 2.028.463,- (Rp 2 juta lebih) yang dipotong langsung dari gaji pensiun PNS-nya.
Setelah dua tahun membayar angsuran, Filomena de Fatima Pinhxiro kemudian berniat melunasi pinjamannya di Bank Bukopin tersebut. Namun, yang dialami justru diluar dugaan Filomena de Fatima Pinhxiro. Pasalnya, Filomena de Fatima Pinhxiro harus membayar lebih besar dari pinjamannya yakni Rp. 135.456.635,00 (Rp 135 juta lebih) kepada Bank Bukopin jika ingin melunasi dan menutup pinjamannya.
Kasus ini juga dilaporkan nasabah Bank Bukopin Cabang Kupang, Filomena de Fatima Pinhxiro ke kantor Perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTT. Didampingi suaminya, Yohanes M A Ateng, nasabah Bank Bukopin cabang Kupang, Filomena de Fatima Pinhxiro bahkan sudah dua kali melapor ke kantor Perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTT.
“Kami sudah melapor lagi ke OJK Perwakilan NTT dan untuk mengambil langkah selanjutnya, kami masih menunggu jawaban dari OJK atas laporan kami,” kata Yohanes M A Ateng, ketika dikonfirmasi tentang laporan mereka ke OJK NTT, Senin (11/9/2017) siang. (max)
Comment