# Sebuah Catatan Ringan
TEROPONGNTT, KUPANG – Pada April 2020, media online Teropongntt.com merilis berita berjudul ” Ketua DPW ISAA NTT Puji Langkah Pelabuhan Tenau dan Pelabuhan Ba’a”. Dalam berita ini disebutkan, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Indonesia Shipping Agencies Association (ISAA) atau Asosiasi Keagenan Kapal Indonesia Provinsi NTT, Usman Husen, memuji langkah KSOP Tenau Kupang dan KUPP Ba’a Rote Ndao yang melakukan penertiban pendataan perusahaan keagenan kapal di wilayahnya masing-masing. Upaya penertiban ini disebutkan, sesuai dengan perintah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 93 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut.
Dalam pernyataannya, Usman Husen mengatakan, kegiatan perusahaan keagenan kapal memang harus dilakukan sesuai aturan sehingga legalitas ijin usaha perusahaan keagenan kapal bisa jelas sesuai bidang usahanya. Dan hal ini juga menjadi tanggung jawab asosiasi keagenen kapal Indonesia yang ada di wilayah Provinsi NTT. Karena jika tidak ditaati, tentu ada sanksi yang bisa dikenakan pemerintah kepada perusahaan keagenan kapal.
Menanggapi pernyataan Ketua DPW ISAA Provinsi NTT, Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Ba’a, Kondrad Siahaan mengatakan, upaya penertiban pendataan keagenan kapal di wilayah Pelabuhan Ba’a dilakukan sesuai perintah undang-undang dan Peraturan Menteri Perhubungan RI. Menurut Siahaan, upaya penertiban agar penyelenggaraan dan pengusahaan keagenan kapal dapat memegang atau memiliki kepastian legalitas, dan tidak ada penyelenggaraan dan pengusahaan keagenan kapal yang nakal.
Sementara Kepala Seksi (Kasi) Angkutan Laut Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Tenau Kupang, Eka Ariandi mengatakan, tujuan utama pelaksanaan pendataan dan penertiban keagenan kapal di Pelabuhan Tenau Kupang sebenarnya dilakukan untuk kepentingan system Inaportnet. Menurut Eka Ariandi, Pelabuhan Tenau Kupang akan memberlakukan layanan system Inaportnet mulai bulan November 2020.
Seperti dirilis portal.inaportnet.com, Inaportnet adalah portal elektronis yang terbuka dan netral guna memfasilitasi pertukaran data dan informasi layanan kepelabuhanan secara cepat, aman, netral dan mudah, yang terintegrasi dengan instansi pemerintah terkait, badan usaha pelabuhan dan pelaku industri logistik untuk meningkatkan daya saing komunitas logistik Indonesia.
Dijelaskan Eka Ariandi, jika layanan system Inaportnet nanti diberlakukan, maka hanya perusahaan kapal yang memiliki kelengkapan perijinan, yang bisa mendapat pelayanan di Pelabuhan Tenau Kupang. Kelengkapan perijinan tersebut berupa Surat Izin Usaha Perusahaan Bongkar Muat (SIUP–BM), Surat Izin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi (SIUP JPT), Surat Izin Usaha Perusahaan Keagenen Kapal (SIUP KK) dan Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL).
Mengikuti langkah KSOP Tenau Kupang dan KUPP Ba’a Rote Ndao, Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Ende juga melakukan upaya penertiban pendataan pendataan keagenan kapal di wilayah pelabuhannya. Kegiatan penertiban dan pendataan keagenan kapal ini sesuai perintah Peraturan Menteri (PM) Perhubungan RI Nomor 65 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Keagenan Kapal dan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Seperti halnya KSOP Ende, Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Seba, Desmon Menno juga mengatakan, Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Seba di Kabupaten Sabu Raijua, juga akan melakukan pendataan dan penertiban perusahaan pelayaran baik perusahaan angkutan laut dan perusahaan keagenan kapal serta perusahaan bongkar muat (PBM) dan perusahaan jasa pengurusan transportasi (JPT). KSOP dan KUPP lainnya di wilayah Provinsi NTT juga tidak tertutup kemungkinan melakukan langkah yang sama.
Jika demikian faktanya, maka pertanyaan yang muncul adalah, apakah mungkin ada perusahaan kapal atau perusahaan keagenan kapal yang beroperasi di wilayah NTT ini tidak mengantongi kelengkapan perijinan?. Jika seandainya ada perusahaan kapal yang berani beroperasi tanpa mengantongi perijinan, mengapa pula dibiarkan begitu saja oleh otoritas pelabuhan dan dinas perhubungan, serta aparat penegak hukum?. Dan jika upaya pendataan dan penertiban perusahaan kapal dilakukan untuk kepentingan layanan system Inaportnet, bukankah layanan system Inaportnet bertujuan agar semua perusahaan pelayaran atau perusahaan kapal dapat beroperasi dengan lebih tertib dan taat aturan, dengan dilengkapi dokumen perijinan dan dokumen kapal lainnya?.
Pernyataan Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi NTT, Isakh Nuka yang menyebutkan bahwa Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi NTT sedang menyiapkan tim untuk turun ke lapangan dan melakukan penertiban pendataan terhadap perusahaan keagenan kapal, sesuai kewenangan yang dimiliki pemerintah Provinsi NTT, boleh dikatakan sebagai langkah tepat. Apalagi dikatakan, sesuai Peraturan Menteri Perhubungan RI nomor 93 tahun 2013 (PM 93/2013), ada kewenangan pemerintah provinsi dalam perijinan perusahaan kapal.
Tanggapan Asisten I Setda Provinsi NTT, H. Jamaludin Ahmad yang menyebut upaya pendataan dan penertiban perusahaan bidang pelayaran oleh Dinas Perhubungan Provinsi NTT, selain sesuai perintah UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan Peratran Menteri Perhubungan, juga sekaligus strategi penertiban dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), merupakan bentuk dukungan bagi langkah dinas perhubungan.
Hal ini bisa berarti bahwa masih ada potensi daerah di bidang pelayaran yang belum dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah daerah. Apakah terjadi karena pemerintah daerah merasa belum perlu memanfaatkan potensi yang ada?. Ataukan pemerintah daerah belum mengetahui secara pasti, apakah potensi di bidang pelayaran ini juga bisa mendatangkan pendapatan asli daerah (PAD) atau tidak?. Atau, mungkin pemerintah daerah belum memiliki dasar aturan yang pasti, sehingga merasa tidak berwenang untuk memmanfaatkan potensi tersebut.
Pernyataan Ketua Komisi IV DPRD NTT, Agus Lobo mungkin adalah jawabannya. Agus Lobo menyebutkan, sesungguhnya Komisi IV DPRD NTT sudah dari awal melakukan telaah bersama mitra-mitra komisinya yang berpotensi menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) untuk dioptimalkan. Komisi IV DPRD NTT melihat dinas perhubungan mempunyai potensi untuk digali, selain untuk peningkatan pelayanan, juga untuk peningkatan PAD.
“Untuk Komisi IV, kami melihat dinas perhubungan mempunyai potensi untuk digali, selain untuk peningkatan pelayanan, juga untuk peningkatan PAD, apabila kita memanfaatkan secara baik potensi 12 mil laut yang secara undang-undang (UU) merupakan kewenangan provinsi,” kata Ketua Komisi IV DPRD NTT, Agus Lobo melalui pesan whatsapp (WA) kepada wartawan Teropongntt.com, Kamis (10/6/2020).
Menurut Agus Lobo, Komisi IV DPRD NTT bersama mitra dan tim pakar sedang mempersiapkan ranperda dalam kaitan pemanfaatan potensi 12 mil laut wilayah NTT termasuk jasa labuh (jasa pelabuhan). Ranperda dimaksud, seyogyanya sudah selesai naskah akademiknya, namun dengan situasi covid-19, maka saat ini baru mengumpulkan data sekunder dari 30 sampling pelabuhan di NTT dan nantinya dengan data tersebut, tim pakar akan memulai mempersiapkan naskah akademik yang dijadwalkan selesai akhir bulan Juli 2020 dan selanjutnya akan diproses sesuai mekanisme yang ada.
Ranperda pemanfaatan 12 mill laut ini, kata Agus Lobo, diharapkan bisa selesai tahun ini, sehingga bisa sesegera mungkin digunakan menjadi landasan hukum menggunaan potensi laut (jasa labuh dan bongkar muat), dan pelabuhan yang menjadi kewenangan provinsi.
Untuk diketahui, Pasal 287 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran berbunyi “Setiap orang yang mengoperasikan kapal pada angkutan di perairan tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Dimana bunyi Pasal 27 adalah “Untuk melakukan kegiatan angkutan di perairan orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha wajib memiliki izin usaha.”
Sementara menyangkut pengusahaan angkutan laut diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 93 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut, khususnya pada Bab IV. Sedangkan menyangkut tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Bab X Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 93 Tahun 2013 tersebut. Sanksi administratifnya bisa berupa Peringatan Tertulis, Pembekuan Izin, dan atau Pencabutan Izin.
Khusus menyangkut perusahaan keagenan kapal, diatur melalui Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 65 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Keagenan Kapal. Kegiatan perusahaan keagenan kapal pun bisa dikenakan sanksi administratif jika dilakukan tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
Berbagai tanggapan dan pernyataan pejabat terkait tersebut dirilis dalam berita-berita Teropongntt.com. Yang ditunggu masyarakat saat ini tinggal aksi nyata dan tindak lanjut dari upaya pendataan dan penertiban yang telah dan akan dilakukan. Apakah masih ada perusahaan kapal yang berani beroperasi tanpa mengantongi perijinan?. Apakah potensi yang ada dapat benar-benar dimanfaatkan untuk peningkatan pendapatan asli daearh (PAD) ataukah hanya sebatas rencana..? Semoga bermanfaat..!!!
(Penulis : Maxi Marho)
Comment