TEROPONGNTT, KALABAHI – Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Oleh karenannya, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan di berbagai tingkatan wilayah, mulai dari tingkat nasional sampai rumah tangga bahkan individu.
Demikian Kabid Konsumsi dan Penganekaragaman Pangan pada Dinas Ketahanan Pangan Provinsi NTT, Paulus da Silva, S.Pt saat membawakan materi pada Kegiatan sosialisasi pangan lokal tahap I tahun 2017 di aula Rumah Jabatan (Rujab) Bupati Alor, Kamis (13/7/ 2017). Upaya pemerintah meningkatkan ketahanan pangan sesuai konsep ketahanan pangan dalam Undang-Undang Pangan No. 18 Tahun 2012.
Berkaitan dengan hal tersebut, kata Paulus da Silva, Kementerian Pertanian (2015), yang dituangkan dalam Renstra Kementerian Pertanian, mencanangkan enam sasaran strategis pertanian yang salah satunya, adalah peningkatan diversifikasi atau penganekaragaman pangan. Pencanangan enam strategis pertanian ini didasari karena masih belum tercapainya konsumsi sesuai Pola Pangan Harapan (PPH).
Dengan jumlah penduduk yang besar dan akan terus bertambah, kata Paulus da Silva, maka dominasi beras dalam pola konsumsi pangan akan memberatkan upaya pemantapan pangan secara berkelanjutan di tingkat lokalita. Tantangan kedepan adalah mendidik masyarakat untuk melakukan diversifikasi atau penganekaragaman produksi dan konsumsi bahan pangan sesuai skor PPH yang dicanangkan.
Dengan demikian, kata Paulus da Silva, diharapkan ketahanan pangan nasional akan dapat dicapai secara berkelanjutan. Disamping itu, sumberdaya alam yang tersedia dapat dikembangkan untuk mendorong komoditas pangan lain dan bahan baku industri yang mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan devisa negara.
Ketahanan pangan yang dibangun, menurut Paulus da Silva, berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut. Pertama, ketahanan pangan memperhatikan dimensi konsumsi dan produksi, dan kedua, pangan tersedia secara mencukupi dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sehat dan produktif.
Ketiga, kata Paulus da Silva, upaya diversifikasi atau penganekaragaman konsumsi pangan terjadi jika pendapatan masyarakat meningkat dan produk pangan dihargai sesuai dengan nilai ekonominya. Keempat, diversifikasi atau penganekaragaman produksi pangan terutama tepung-tepungan, disesuaikan dengan potensi produksi pangan daerah.
Selanjutnya kelima, kata Paulus da Silva, pembangunan sentra produksi pangan baru berskala ekonomi luas, dan keenam, peningkatan produktivitas melalui peningkatan kegiatan penelitan dan pengembangan khususnya untuk bibit maupun teknologi pasca panen.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor. 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, menurut Paulus da Silva, secara eksplisit dituangkan bahwa penganekaragaman pangan diselenggarakan untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal. Ketahanan pangan diwujudkan dengan membangun kemandirian pangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dari produksi domestik. Namun untuk mewujudkan hal tersebut tidak mudah karena jumlah penduduk terus bertambah.
Dikatakan Paulus da Silva, pola konsumsi masyarakat Indonesia masih bias pada komoditas beras bahkan beras relatif sudah menjadi makanan pokok tunggal. Daerah yang semula mengkonsumsi pangan bukan beras beralih ke beras.
Hal ini, tambah Paulus da Silva, yang mengakibatkan tingkat konsumsi beras masyarakat sangat tinggi sehingga menyebabkan besarnya alokasi pengeluaran rumah tangga serta lebih jauh lagi produksi beras tidak mencukupi. Sehingga negara terpaksa harus mengimpor beras untuk mencukupi kebutuhan masyarakat.
“Indonesia sedikitnya memiliki 100 spesies tanaman biji-bijian, umbi-umbian, sagu, penghasil tepung dan gula sebagai sumber karbohidrat. Namun hanya beberapa pangan sumber karbohidrat yang dikenal secara luas dan dimanfaatkan untuk dikonsumsi secara intensif seperti padi, jagung, ubikayu, ubi jalar, sagu dan lainnya. Bahkan beberapa pangan tersebut telah tergantikan oleh beras dan gandum,” kata Paulus da Silva.
Beragam pangan lokal seperti jagung, umbi-umbian dan sagu, menurut Paulus da Silva, mempunyai prospek yang cukup luas untuk dikembangkan sebagai substitusi beras dan untuk diolah menjadi makanan bergengsi. Misalnya jagung dan umbi-umbian seperti talas, singkong, gadung, gembili, pisang, uwi, sukun, dan lain-lain.
Umbi-umbian, kata Paulus da Silva, adalah bahan nabati yang tumbuh di dalam tanah seperti ubikayu, ubijalar, kentang, dan sebagainya selain langsung dikonsumsi dapat dijadikan tepung tapioka, gaplek, pelet, tape, dekstrin, lem, kerupuk, dan lain-lainnya. Peran pangan non beras ini dapat sebagai pangan pokok atau pangan selingan.
Pangan lokal yang dimaksud adalah pangan sumber karbohidrat (umbi-umbian, jagung, sagu, dll) yang dikonsumsi dan diproduksi berbasis potensi dan kearifan lokal.
Karena itu, kata Paulus da Silva, kegiatan pemanfaatan pangan pokok non beras ini memerlukan dukungan pengembangan teknologi proses dan pengolahan serta strategi pemasaran yang baik untuk mengubah image pangan inferior menjadi pangan normal bahkan superior. Upaya peningkatan nilai tambah melalui agroindustri, selain meningkatkan pendapatan juga berperan dalam penyediaan pangan yang beragam dan bermutu.
Selain itu, kata Paulus da Silva, harus didukung dengan penyuluhan-penyuluhan maupun sosialisasi dari Dinas teknis terkait setempat.
Kegiatan sosialisasi pangan lokal yang digelar di aula Rujab Bupati Alor ini dilaksanakan Dinas Ketahanan Pangan Provinsi NTT bekerja sama dengan Tim Penggerak PKK Provinsi NTT. Kegiatan sosialisasi pangan lokal diawali di Kabupaten Alor dan dilanjutkan ke wilayah Flores, Sumba dan Lembata.
Selain Kabid Konsumsi dan Penganekaragaman Pangan pada Dinas Ketahanan Pangan Provinsi NTT, Paulus da Silva, S.Pt, sosialisasi pangan lokal juga menampilkan Ketua Pokja III pada TP. PKK Provinsi NTT, Merry Haryo sebagai pembicara kedua.
Sosialisasi yang dibuka Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi NTT, Drs. Haji Husen ini, diikuti 150 peserta yang terdiri dari aparat pelaksana dan penanggung jawab kegiatan konsumsi dan penganekaragaman pangan Kabupaten Alor, Tim Penggerak PKK Kabupaten Alor dan dasa wisma PKK kelurahan/desa yang tersebar di Kabupaten Alor. (max)
Comment