DaerahEkbisHukrim

Pengacara Aloisius Gago, SH : Kalau Tidak Tercantum Dalam Perjanjian Kredit Berarti Bank Melakukan Pemerasan

359
×

Pengacara Aloisius Gago, SH : Kalau Tidak Tercantum Dalam Perjanjian Kredit Berarti Bank Melakukan Pemerasan

Sebarkan artikel ini

# Kena Pinalti Gara-gara Lunasi Pinjaman Sebelum Jatuh Tempo di Bank Bukopin

TEROPONGNTT, KUPANG – Ketika nasabah atau debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya, wajar kalau nasabah itu dikenai denda atau pinalti. Tetapi, kalau nasabah atau debitur melaksanakan kewajiban dengan baik, mestinya tidak dikenakan sanksi pinalti. Kecuali jika hal itu tertuang dalam perjanjian kredit atau pinjaman.

Demikian pengacara Aloisius Gago, SH ketika ditemui di Pengadilan Tipikor Kupang, Kamis (28/9/2017). Pengacara Aloisius Gago, SH mengatakan hal ini ketika dimintai komentarnya terkait kasus nasabah atas nama, Filomena de Fatima Pinhxiro, yang diberi pinalti oleh Bank Bukopin Cabang Kupang karena melunasi kredit sebelum jatuh tempo.

“Harus dilihat bagaimana surat perjanjian kredit antara nasabah dengan pihak bank. Kalau menyangkut sanksi pinalti tidak tercantum dalam perjanjian kredit atau pinjaman, tetapi nasabah atau debitur dipaksa membayar pinalti, berarti bank melakukan pemerasan terhadap nasabahnya,” kata Aloisius.

Nasabah, kata Aloisius Gago, SH, bisa melaporkan dugaan pemerasan itu kepada kepolisian secara pidana. Asalkan melalui telaahan hukum dulu dengan memperhatikan pasal KUHP tentang pemerasan, UU Konsumen, Peraturan Bank Indonesia (BI) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Mestinya nasabah jangan membayar pinalti kalau tidak tercantum dalam perjanjian kredit. Jadi mesti dilihat baik-baik, bagaimana bunyi perjanjian kreditnya. Kalau tertulis dengan jelas bahwa harus membayar pinalti, berarti harus membayar. Tapi kalau tidak tertulis di perjanjian kredit, seharusnya jangan membayar kepada bank,” kata Aloisius.

Menyinggung soal nasabah yang kemudian terpaksa melunasi kredit beserta pinaltinya dan tentu menandatangani sejumlah dokumen bank yang bisa saja berarti nasabah dianggap telah menerima ketentuan bank, Pengacara Aloisius Gago, SH mengatakan, tetap bisa dilaporkan secara pidana. Karena, nasabah membayar ketika belum memahami benar landasan aturan yang diterapkan pihak bank.

Karena itu, Aloisius menyarankan, agar nasabah membuat laporan tertulis kepada Otoritas jasa Keuangan (OJK) NTT supaya pihak OJK bisa turun dan melakukan supervise ke bank bersangkutan. Ini mengancam kita sebagai pidana. Nasabah harus melampirkan surat perjanjian kredit ketika bersurat ke OJK.

Untuk diketahui, pada Juli 2015, Filomena de Fatima Pinhxiro, meminjam uang sebesar Rp 130 juta dari Bank Bukopin Cabang Kupang. Dengan perjanjian, setiap bulan Filomena de Fatima Pinhxiro harus membayar angsuran sebesar Rp 2.028.463,- (Rp 2 juta lebih) yang dipotong langsung dari gaji pensiun PNS-nya.

Setelah dua tahun membayar angsuran, Filomena de Fatima Pinhxiro kemudian berniat melunasi pinjamannya di Bank Bukopin tersebut. Namun, yang dialami justru diluar dugaan Filomena de Fatima Pinhxiro.  Pasalnya, Filomena de Fatima Pinhxiro harus membayar lebih besar dari pinjamannya yakni Rp. 135.456.635,00 (Rp 135 juta lebih) kepada Bank Bukopin jika ingin melunasi dan menutup pinjamannya.

Kasus ini juga dilaporkan nasabah Bank Bukopin Cabang Kupang, Filomena de Fatima Pinhxiro ke kantor Perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTT. Didampingi suaminya, Yohanes M A Ateng,  nasabah Bank Bukopin cabang Kupang, Filomena de Fatima Pinhxiro bahkan sudah dua kali melapor ke kantor Perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTT.

“Kami sudah melapor lagi ke OJK Perwakilan NTT dan untuk mengambil langkah selanjutnya, kami masih menunggu jawaban dari OJK atas laporan kami,” kata Yohanes M A Ateng, ketika dikonfirmasi tentang laporan mereka ke OJK NTT, Senin (11/9/2017) siang.

Kepala Perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTT, Winter Marbun mengatakan, menyangkut pinalti bagi nasabah yang melunasi angsuran sebelum jatuh tempo kredit, memang tidak ada aturannya. Namun, pemberian pinalti sudah umum diterapkan dan sudah lumrah di kalangan perbankan.

Kepala Perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTT, Winter Marbun mengatakan hal itu ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa (19/9/2017) siang. Winter Marbun mengatakan hal ini ketika dikonfirmasi wartawan, terkait kasus nasabah atas nama, Filomena de Fatima Pinhxiro, yang diberi pinalti oleh Bank Bukopin Cabang Kupang karena melunasi kredit sebelum jatuh tempo.

“Kalau pinalti itu memang tidak ada aturannya. Harus ke bank. Itu aturan bank. Dan, harus disebutkan di perjanjiannya. Itu harus. Kita kan sudah keluarkan peraturan OJK tahun 2013. Harus jelas ditaruh di kesepakatan kerjasama. Ada tidak di situ..?,” kata Winter Marbun.

Menurut Winter Marbun, jika menyangkut pinalti tidak dicantumkan dalam kesepakatan atau perjanjian kredit, mestinya nasabah protes. Karena seharusnya sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani antara pihak bank dan pihak nasabah.

“Tidak boleh tidak jelas. Harus jelas angka pinaltinya. Supaya jangan suka-suka. Makanya, diatur dalam peraturan OJK tersebut. Jangan juga, kalau disebutkan bahwa besarnya pinalti akan ditentukan kemudian. Itu juga salah. Harus jelas berapa pinaltinya kalau nasabah melunasi sebelum jatuh tempo, dan ditulis dalam perjanjian atau kesepakatan kredit,” kata Winter Marbun. (max)

Comment

https://gawai.co/docs/pkv-games/ https://gawai.co/docs/dominoqq/ https://gawai.co/docs/bandarqq/