TEROPONGNTT, KUPANG – Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali menggelar pelatihan yang bertujuan meningkatkan kualitas SDM jajaran direksi dan karyawan Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Kali ini, kegiatan yang digelar adalah Pelatihan Aplikasi Digital SIP-CKPN (Sistem Informasi Perhitungan – Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) untuk Menghitung CKPN BPR.
Kegiatan pelatihan Aplikasi Digital SIP-CKPN ini diikuti peserta dari 7 BPR yang berkantor pusat di Kota Kupang dan Atambua-Kabupaten Belu. Ke-7 BPR tersebut yakni, BPR Tanjung Pratama dari Atambua, BPR Timor Raya Makmur, BPR NAM, BPR Pitoby, BPR Saridina Kencana, BPR Christa Jaya dan BPR Tanaoba Lais Manekat (Bank TLM).
Kegiatan pelatihan Aplikasi Digital SIP-CKPN ini menghadirkan narasumber, Ferdinando A. Siahaan, SE, MM., seorang Praktisi dan Profesional di Bidang Perbankan, dari Creva Business Consulting, Corporate Training & Consulting. Sebuah lembaga konsultan bisnis yang membantu memberi nilai tambah bagi kesuksesan bisnis perbankan melalui pelatihan SDM, layanan konsultasi, penyediaan Aplikasi Perbankan yang berbasis digital dan layanan digitalisasi di Industri BPR.
Dalam sambutannya ketika membuka kegiatan ini, Ketua Perbarindo Provinsi NTT, Robert P Fanggidae mengatakan, Pelatihan Aplikasi Digital SIP-CKPN untuk Menghitung CKPN BPR, merupakan bagian dari program kerja Perbarindo Provinsi NTT tahun 2024. Ini adalah kegiatan pelatihan yang kedua, karena sebelumnya Perbarindo Provinsi NTT telah menggelar pelatihan dengan nama Refreshing Credit Analysis dan NPL Management, di Hotel Kristal Kupang pada Sabtu dan Minggu, 4-5 Mei 2024.
Robert P Fanggidae mengatakan, bisnis perbankan adalah menghimpun dan menyalurkan dana, dan untuk menyalurkan dana dalam bentuk pinjaman yang diberikan, tentu memiliki resiko. Karena itu, resiko perlu diantisipasi dengan membuat cadangan yang namanya, Cadangan Kerugian Piutang. Di dunia perbankan, sebelum tahun 2025 itu namanya PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif) sebagai contra account dari piutang atau kredit yang diberikan.
“Resiko yang ada tentu bisa berubah terutama karena perubahan standar akuntasi keuangan. Nantinya BPR menggunakan SAK ETAP (Standar Akuntasi Keuangan Tanpa Entitas Publik) dan kemudian mengikuti standar internasional. Jadi dalam Bahasa Inggris-nya, BPR ini dinamakan Bank Desa, tapi pakai standar internasional. Gelar kita, karena sudah sertifikasi menjadi CRBD (Certified Rural Bank Development) yang berarti Bank Desa, tetapi standar internasional,” kata Robert P Fanggidae.
Atau dalam istilah atau ungkapan lain, kata Robert P Fanggidae, BPR adalah bank yang Berpikir Global, Bertindak Lokal. Berpikir besar tetapi bertindak lokal. BPR harus terus meningkatkan kualitas SDM-nya, karena dengan SDM yang berintegritas, jujur, konsisten melaksanakan peraturan dan komitmen melaksanakan visi-misi serta perundang-undangan yang berlaku, maka diyakini BPR akan terus eksis dalam melayani masyarakat.
Menggunakan Aplikasi Digital SIP-CKPN, kata Robert P Fanggidae, pendekatannya pasti berbeda dengan menggunakan SAK ETAP, karena lebih antisipatif dan lebih berupaya untuk mengantisipasi terjadinya resiko. Selain itu, pendekatan resiko menjadi penting diperhatikan karena setiap kegiatan yang dilakukan pasti ada resikonya.
“Resiko inilah yang kemudian oleh Dewan Standar Akuntasi Keuangan diintrodusir atau diperkenalkan kepada kita (BPR), dan ternyata sejak tahun 2017, perubahan dan sosialisasi terus dilakukan mengenai pentingnya mengantisipasi terjadinya resiko ini,” kata Robert P Fanggidae.
Menurut Robert P Fanggidae, di Indonesia saat ini terdapat 1.400 BPR dengan keragaman SDM, tata kelola, serta modal dan teknologi, yang dijalankan dengan standar tinggi. Karena itu hanya ada satu pilihan bagi BPR adalah Kita Harus Mau Berubah. Harus mau terus belajar untuk mengadopsi kemajuan teknologi, termasuk sistem perhitungan yang dipersamakan dengan standar internasional. Bukan hanya dengan bank umum saja, karena BPR juga merupakan bagian dari organisasi keuangan internasional.
“Mengenai pemanfaatan sistem ini sudah dibahas dalam Rapat Perbarindo di Jakarta tanggal 9 Maret 2024 lalu, kemudian kita mengusulkan penundaan atau pemberlakuan secara bertahap mulai dari BPR-BPR yang besar. Tetapi, rupanya usulan Perbarindo ini tidak diakomodir. Kita terus berharap akan adanya keadilan,” kata Robert P Fanggidae.
Karena itulah, kata Robert P Fanggidae, maka Pelatihan Aplikasi Digital SIP-CKPN (Sistem Informasi Perhitungan – Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) untuk Menghitung CKPN BPR ini digelar. Dengan harapan, bermanfaat bagi peningkatan SDM direksi dan jajaran karyawan BPR serta membuat bisnis keuangan BPR terus maju dan berkembang serta mampu bertahan ditengah tantangan persaingan yang ada.
Sementara Ferdinando A. Siahaan, SE, MM., sebagai narasumber dalam kegiatan pelatihan ini, mengatakan, materi yang dibicarakan adalah terkait pemanfaatan Aplikasi Sistem Informasi Perhitungan – Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (SIP-CKPN). Dan yang berbeda dari pelatihan ini, adalah berbicara mengenai bagaimana menyediakan aplikasi berbasis digital.
“Kita tahu sekarang ini adalah era digitalisasi, tidak bisa tidak, kita harus mengandalkan sistem digital. Dan Ketika kita bicara tentang system, tentu ada input, ada proses dan ada output. Selama ini yang kami amati di dunia BPR, masih mengandalkan perhitungan secara manual,” kata Ferdinando.
Ferdinando berharap, pelatihan ini bisa membantu teman-teman Perbarindo NTT, supaya system digital bisa lebih digunakan, dirancang sedemikian baik. Karena secara instuatif, siapapun nantinya yang ada di belakang system seharusnya sudah siap, karena juga sudah siapkan tutorial terkait cara penggunaannya dan tinggal tantantangan yang harus dilakukan BPR adalah bagaimana mengumpulkan data untuk menghitung Cadangan Kerugian Penurunan Nilai.
“Itu menjadi salah satu poin penting dalam pelatihan ini. Karena pelatihan ini mengikuti dinamika regulasi OJK selaku otoritas jasa keuangan yang mengawasi perbankan termasuk di didalamnya adalah industi BPR. Pelatihan ini juga dimaksdukan mendorong BPR supaya lebih kompatibel dengan perkembangan ataupun tuntutan bisnis,” kata Ferdinando.
(max)
Comment