# Sempat Ada KSOP dan KUPP Yang Protes Terkait Pengalihan Tugas dan Tanggung Jawab Fungsi Keselamatan dan Keamanan Pelayaran Kapal Fery
TEROPONGNTT, KUPANG – Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan RI, R. Agus H. Purnomo dalam suratnya nomor AL.202/1/11/DJPL/2021 yang dikeluarkan di Jakarta tanggal 31 Mei 2021, telah menyampaikan kepada para kepala KSOP, KSU dan KUPP perihal Pengalihan Tugas dan Tanggung Jawab Fungsi Keselamatan dan Keamanan Pelayaran Kapal Sungai Danau dan Penyebrangan. Dimana salah satu poinnya menyatakan tentang penerbitan persetujuan berlayar kapal sungai danau dan penyebrangan oleh Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah I-XXV Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
Berdasarkan surat Dirjen Perhubungan Laut tersebut, maka kewenangan penerbitan persetujuan berlayar kapal bagi kapal fery ASDP di wilayah Provinsi NTT diserahkan kepada Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XIII Provinsi NTT. Pelaksanaannya sudah mulai berlaku sejak tanggal 1 Juni 2021.
Meski demikian, informasi yang diperoleh wartawan Teropong-ntt.com menyebutkan, bahwa pengalihan tugas dan tanggung jawab ini sempat mendapat protes/pengeluhan dari beberapa KSOP dan KUPP yang selama ini memegang tanggung jawab tersebut. Pasalnya BPTD merupakan bagian dari Dirjen Perhubungan Darat sementara kapal fery berlayar di laut dan seharusnya dikelola Dirjen Perhubungan Laut.
Kepala Seksi Sarana Prasarana Sungai, Danau dan Penyeberangan Komersil dan Perintis Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XIII Provinsi NTT, Shaiful Jihad, ST, M.Eng, M.Sc mengakui, sempat ada yang mempertanyakan dan protes terkait kebijakan Pengalihan tugas dan tanggung jawab Fungsi Keselamatan dan Keamanan Pelayaran Kapal Sungai Danau dan Penyeberangan. Namun, pengalihan tugas dan tanggung jawab tersebut adalah kewenangan Kementerian Perhubungan dan BPTD NTT sebagai pelaksana keputusan atau kebijakan, siap menjalankan tugas yang diberikan.
“Kami semua, BPTD, KSOP, UPP, adalah pelaksana. Kami melaksanakan apa yang sudah diputuskan dari atas. Pasti ada kekurangan di awal-awal, tapi kami terus lakukan perbaikan dan siap melaksanakan keputusan sesuai tugas dan tanggung jawab yang diberikan,” kata Jihad saat ditemui di kantornya, Senin (12/7/2021).
Dijelaskan Jihad, sebenarnya keputusan pengalihan tersebut sudah ada sejak tahun 2018 melalui Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 122 tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan. Tapi pelaksanaannya baru mulai tahun 2021 karena harus melalui berbagai persiapan.
“Awalnya tanggal 31 Mei 2021, kami mengadakan rapat besar sama teman-teman dari KSOP, navigasi, Dishub dan pihak terkait lainnya, karena ada surat edaran dari Dirjen Perhubungan Darat. Sebenarnya keputusn pengalihan ini sudah lama dari tahun 2018. Jadi kami sudah lakukan berbagai persiapan, butuh persiapa-persiapan seperti pelatihan-peltihan dan lainnya. Sampai akhirnya keluar sudar edaran dari Dirjen Perhubungan Darat terkait keputusan tersebut. Sehingga kami kumpul semua, semua kami undang se-NTT. Waktu itu pertemuannya kalau tidak salah di Hotel Sotis atau Hotel Swisbell. Kami smapaikan seperti itu, tapi waktu kami kumpul belum ada edaran dari Dirjen Perhubungan Laut,” jelas Jihat.
Selesai rapat besar pada siang hari, kata Jihad, pada malam harinya keluarlah surat edaran dari Dirjen Perhubungan Laut terkait pengalihan tugas dan tanggung jawab fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran kapal sungai danau dan penyebrangan. Sehingga esok harinya, tanggal 1 Juni 2021 dilakukan penandatanganan berita acara pengalihan tugas dan tanggung jawab tersebut, dan mulai saat itu tugas tanggung jawab fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran apal fery ASDP di wilayah NTT dilaksanakan oleh BPTD NTT.
Sehingga ketika disinggung tentang kesalahan teknis dalam penulisan waktu berlayar kapal feri Uma Kalada dalam surat ijin berlayar yang dikeluarkan syahbandar BPTD NTT, Jihad mengatakan, di awal-awal pengalihan tugas dan tanggung jawab memang kesalahan teknis bisa saja terjadi, tetapi itu bukan suatu kesengajaan. Dan terkait kesalahan teknis penulisan waktu berlayar kapal fery KMP Uma Kalada tersebut, sudah diperbaiki dan diselesaikan.
Begitu pula ketika disinggung tentang peristiwa kapal fery tenggelam di Provinsi Bali, dimana sejumlah media nasional juga menyoroti soal surat persetujuan berlayar yang dikeluarkan syahbandar BPTD Bali, sehingga diharapkan tidak terjadi di wilayah NTT, Jihad mengatakan, pihak BPTD NTT juga mengaharpkan hal tersebut tidak terjadi di wilayah NTT.
“Kami di siini juga tidak ingin apa yang terjadi di Bali, terjadi pula di NTT. Karena itu, upaya antisipasi kita lakukan setiap hari. Petugas kami akan lebih teliti, apalagi lintasan pelayaran kapal fery ASDP di wilayah NTT cukup banyak dan jauh. Di NTT, kami lakukan pengamanan berlapis. Tiap pelabuhan punya syabandar sendiri, yang selalu melaporkan kepada kami setiap pergerakan kapal, bagaimana muatannya, waktu berlayar dan sebagainya. Semua dilaporkan 24 jam. Kami akan laksanakan tugas dan tanggung jawab ini sebaik-baiknya. Memang ada masalah-masalah di lapangan, yang mungkin dari dulu pernah ada,” kata Jihad.
Jihad mengatakan, rute pelayaran kapal fery ASDP di wilayah NTT jauh-jauh dan ombak laut pun tidak bisa dianggap gampang, dengan arus yang kuat di beberapa titik pelayaran seperti di Mulut Kumbang Alor, atau di Pukuafu Rote Ndao, dan lainnya. Karena itu, jumlah penumpang dan muatan kapal harus benar-benar diperhatikan dan sesuai dengan kemampuan kapal.
“Karena itu kami berharap, penumpang kapal harus memiliki tiket dan tidak boleh melampau kapasitas. Kalau kapal sudah penuh, jangan ada tambahan penumpang lagi, apalagi tidak mengantongi tiket. Manusia bukan barang. Semua penumpang harus bertiket dan terdaftar dalam manifest, karena penting untuk jaminan asurannsi dan keselamatan bersama,” kata Jihad.
(max)
Comment