Oleh : Ummu Zakiah, S,ST,M,Keb (Staf BKKBN Provinsi NTT; Dosen tetap Program Diploma III Kebidanan UCB, sekaligus Sekretaris Pengurus Ikatan Bidan Indonesia NTT)
TEROPONGNTT, KUPANG – Orang Indonesia Bertubuh Pendek
Tinggi badan anak sering dikaitkan dengan kondisi tinggi badan orang tua, sehingga ketika menemui anak bertubuh pendek dan orang tua juga bertubuh pendek dianggap sebagai hal yang biasa. Jadi masyarakat menganggap tinggi badan seorang anak adalah sepenuhnya faktor keturunan. Apakah hal tersebut benar? Apakah ada cara untuk “memperbaiki keturunan?”
Mari belajar dari bangsa Jepang yang pernah dikatakan sebagai bangsa kate, orang bertubuh pendek. Namun sejak berakhirnya perang dunia kedua ,seiring dengan berkembangnya Jepang menjadi negara maju, tinggi badan bangsa Jepang berubah secara signifikan. Pada masa kini,orang orang Jepang memiliki postur tubuh yang tidak terlalu pendek dibandingkan dengan tinggi badan orang Eropat yang dikenal memiliki bentuk fisik yang tinggi. Orang Jepang saat ini memiliki rata rata tinggi badan 170,7cm untuk pria dan 158cm untuk Wanita. Bandingkan dengan orang Indonesia dengan tingi badan rata rata 158 Cm, bahkan penelitian menyebutkan Indonesia termasuk sebagai negara dengan orang bertubuh rata rata paling pendek di dunia (globalnation.inquirer.net, 2014).
Sedangkan berdasarkan pengukuran pada tahun 2018 tinggi badan rata-rata Indonesia adalah 162.8 cm untuk pria dan 153,1 cm untuk Wanita, tetap masih lebih pendek dibandingkan orang Jepang yang dulunya dikatakan sebagai orang kate. Perbandingan dengan Bangsa Jepang yang secara genetik memiliki historis sebagai bangsa yang pendek memberikan jawaban bahwa tubuh yang pendek secara genetik bisa dirubah diperbaiki pada generasi selanjutnya.
Anak Pendek Versus Anak Stunting
Banyak diantara kita mungkin sering mendengar istilah stunting sebagai anak dengan tubuh yang pendek. Padahal stunting berbeda dengan pendek. Anak disebut pendek atau perawakan pendek jika tinggi badan menurut umur dan jenis kelamin berada di bawah persentil 3. Jadi praktisnya adalah panjang badan atau tinggi badan anak setelah diukur lalu diinterpretasikan dengan membandingkan ke nilai standar yang ditetapkan. Berdasarkan pedoman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2017 anak digolongkan perawakan pendek jika panjang atau tinggi badan anak berada di bawah persentil 3 kurva dari CDC NCHS (Centers for Disease Control National Center for Health Statistics) atau di bawah -2 SD kurva WHO (World Healt Organization) yang berlaku sesuai usia dan jenis kelamin.
Lalu bagaimana dengan stunting? Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak yang disebabkan kekurangan gizi yang berlangsung lama sehingga mempengaruhi kemampuan otak atau kognitif (Kemenkes,2018). Jadi berbeda dengan stunting, perawakan pendek tidak mempengaruhi kondisi otak, atau untuk lebih mudahnya pendek belum tentu stunting, tetapi stunting sudah pasti pendek. Tetapi setelah memahami perbedaan kedua istilah ini, perawakan pendek maupun stunting tetaplah dipandang sebagai suatu masalah gagal tumbuh yang harus menjadi perhatian. Demi kesatuan pemahaman dan intervensi untuk selanjutnya kita menyebut stunting untuk anak dengan tubuh pendek sesuai pedoman IDAI dengan standar kurva WHO.
Seriusnya Masalah Stunting Di Indonesia
Stunting adalah akumulasi dari permasalahan gizi yang dialami dalam kurun waktu yang lama. Stunting umumnya terjadi akibat balita kekurangan nutrisi penting seperti protein hewani protein nabati dan zat besi. Berdasarkan laporan WHO bahwa prevalensi stunting Indonesia menempati urutan ke-3 tertinggi di dunia untuk kawasan Asia dengan rata-rata 36,4% pada tahun 2005-2017. Walaupun terdapat penurunan di mana berdasarkan data RISKESDAS tahun 2018 dan SSGBI (Survei Status Gizi Balita Indonesia) tahun 2019 angka stunting Indonesia 36,8% di tahun 2007 menurun menjadi 27,7% pada tahun 2019. Perlu diketahui WHO menetapkan toleransi maksimal stunting adalah 20%, sehingga angka stunting Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Khusus untuk Provinsi NTT angka stunting adalah 43,8%. Data berdasarkan SSBI tahun 2019 ini menempatkan Provinsi NTT pada peringkat pertama tertinggi Balita Stunting di Indonesia.
Mengapa Stunting Harus Dicegah?
Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun 2024 angka stunting turun menjadi 14% atau diharapkan terjadi penurunan sebanyak 50% dalam 5 tahun. Target ini bukan pekerjaan mudah mengingat pada periode 2015-2019 rata rata penurunan tahunan stunting hanya 0,3% (RISKESDAS 2018 dan SSGI 2019). Pemerintah Indonesia menaruh perhatian besar pada penanganan stunting. Stunting dipandang sebagai masalah yang mendesak untuk segera diselesaikan sebab berdampak pada kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan. Sumber daya manusia merupakan faktor utama penentu keberhasilan suatu negara.
Menurut dokter Endy Prawirohartono Sp.A (K) dari RSUP Dr Sardjito Yogyakarta ,stunting bukan saja anak yang terganggu pertumbuhan fisiknya saja (bertubuh pendek), melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang akhirnya sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif pada masa depan. Stunting akan menyebabkan dampak jangka panjang yaitu terganggunya perkembangan fisik, mental, intelektual, dan kognitif. Anak dengan stunting hingga usia 5 tahun akan sulit untuk diperbaiki sehingga berlanjut hingga dewasa dan dapat meningkatkan risiko keturunan dengan berat badan lahir yang rendah (Apriluana, 2018).
Anak stunting juga berpotensi mengalami obesitas, diabetes dan penyakit pada jantung di masa dewasa. Anak yang bertubuh pendek pada masa dewasa akan kehilangan kesempatan berkompetisi pada beberapa bidang pekerjaan dan keahlian. Itulah sebabnya pemerintah berupaya fokus pada pencegahan stunting sebagai upaya agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.
Bagaimana Mencegah Stunting?
Stunting merupakan masalah gizi kronis yang telah berlangsung lama sejak di masa kandungan hingga usia 2 tahun atau yang dikenal sebagai 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Pada periode 1000 HPK merupakan masa terpenting dalam kehidupan. Pada masa ini terjadi pertumbuhan otak yang sangat pesat yang dapat mendukung seluruh pertumbuhan anak dengan sempurna. Dokter ahli anak yang tergabung dalam IDAI menjelaskan bahwa pada masa ini terjadi pembentukan otak dan organ penting lainnya. Potensi tinggi badan seorang anak sangat bergantung pada kecukupan nutrisi yang didapat selama masa ini.
Sumber dari UNICEF membagi 1000 HPK kehidupan menjadi 3 bagian. Yang pertama yaitu sejak masa konsepsi hingga usia kehamilan 20 minggu, pada masa ini terjadi dengan cepat pertumbuhan jumlah sel dan menentukan tinggi badan potensial. Pada masa ini janin membutuhkan vitamin, mineral dan proteian dalam jumlah maksimal. Periode kedua ,setelah 20 minggu sampai bayi lahir, di mana pada masa ini terjadi peningkatan dengan cepat ukuran sel, sehingga sangat membutuhkan asupan energi, vitamin dan mineral. Sedangkan di tahap ketiga adalah saat lahir sampai usia 2 tahun,terjadi pertumbuhan untuk mencapai tinggi badan dan berat badan optimal, pada masa ini anak membutuhkan semua sumber gizi secara seimbang.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa 80% sel otak manusia dibentuk saat janin sampai usia 2 tahun. Dibutuhkan stimulasi dari lingkungan sekitar juga sangat penting pada 1000 HPK ini. Stimulasi harus dilakukan sejak dini dan berulang-ulang sehingga pembentukan sinaps (sambungan antar sel saraf otak) semakin banyak dan kuat. Nutrisi, stimulasi, dan kasih sayang yang cukup dapat membantu pembentukan sinaps otak lebih maksimal.
Berikut ini penulis telah merangkum dari berbagai sumber upaya upaya yang dapat dilakukan dalam periode 1000HPK untuk mencegah stunting:
1. Hamil pada usia reproduktif sehat, antara 20 tahun sampai 35 tahun. Calon ibu hamil harus dalam keadaan sehat dan tidak mengalami anemia dengan konsumsi tablet tambah darah bagi remaja Putri.
2. Memeriksakan kehamilan sejak dini, dimulai dari trimester I sehingga periode kehamilan 20 minggu pertama mendapat perhatian baik dari tenaga Kesehatan, ibu hamil maupun keluarga. Memeriksakan kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan.
3. Selama hamil mendapat asupan gizi seimbang termasuk konsumsi tablet tambah darah minimal 90 tablet selama hamil.
4. Memberikan stimulasi pada janin dalam kandungan.
5. Persalinan ditolong tenaga Kesehatan berkompeten dengan mendapat fasilitasi untuk Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
6. Bayi mendapat ASI Ekslusif selama 6 bulan, dilanjutkan ASI sampai 2 tahun disertai makanan Pendamping ASI dengan kuantitas dan kualitas yang baik.
7. Memberikan stimulasi (rangsangan) pada anak sesuai usianya dan memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. Kegiatan ini dapat difasilitasi oleh kader Kesehatan/KB,tenaga penyuluh KB,Bidan, perawat,petugas gizi, dokter dan tenaga terlatih lainnya. Pemerintah telah memfasilitasi kegiatan Posyandu, Bina keluarga Balita (BKB) dan program Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK).
8. Orang tua mengatur jarak dan jumlah kelahiran dengan mengikuti Program Keluarga Berencana. Dengan Program KB orang tua mampu memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak dari asepek sosial ekonomi dan psikologis.
9. Anak mendapat imunisasi dasar lengkap.
10. Menerapkan perilaku hidup bersih sehat dan dukungan sanitasi yang baik untuk mencegah balita dari penyakit infeksi sehingga dapat mendukung tumbuh kembang optimal.
Upaya upaya ini jika dapat dilakukan dengan baik maka beberapa dampak diantaranya adalah menurunnya tingkat kesakitan/kematian ibu bayi dan anak, meningkatnya perkembangan kognitif, motorik dan sosial ekonomi. Selain itu akan berdampak menurunnya obesitas dan penyakit tidak menular serta meningkatnya kapasitas kerja dan produktifitas (BKKBN,2019). Jika seluruh lapisan masyarakat dan pelaku pembangunan multi sektor bekerja sama memfasilitasi. upaya-uapaya di atas maka amanat pembangunan yaitu tercapainya generasi SDM yang sehat dan Tangguh, berprestasi dapat tercapai
Dengan demikian generasi Indonesia mendatang adalah generasi berkualitas tubuh yang lebih tinggi dan lebih percaya diri. Indonesia sudah memiliki potensi genetik yang bagus ini bisa dilihat dari warisan kekayaan intelektual,seni budaya dari masa silam. Sehingga Potensi genetik ditambah faktor gizi, akses dan kualitas layanan kesehatan dan lingkungan yang baik akan menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang luar biasa lebih baik
(*)
Comment